adzan subhuh menggema di sudut pagi
diringi rintik embun yang membasahi pucuk dedaunan
masih terdengar suara jengkerik
yang memecah heningnya pagiku
merinai hujan dimataku karena langit biruku bergemuruh
seketika sang bayu bertiup kencang merontokkan dedaunan
air mata sunyi dipenghujung pagi
karena rasa yg tak sebatas aksara
dan kata yang menggema diantara senandung kidung sunyimu
darah ku berdesir,jantung berdegup kencang,
nadiku berdenyut lebih kencang memecah sunyiku
berlinang hujan karena gemuruh badai yang kau tiupkan untukku
didepanmu tlah menghampar pilihan
untuk menghentikan air mata sunyi
atau sunyi akan mati selamanya
embun menembus pori pori jiwa
yang masih tercekam dalam bisu
di ruang waktumu yang tak bercelah
sekeping hati yang hanyut di sungai jiwamu
belum berhenti di muara yang kau tuju
serpihan rasa sunyi
jangan biarkan lenyap dihempas bayu
bersama debu yang berterbangan
tiada arah dan lenyap ditelan waktu
masih ada detik detik sunyi dalam heningnya
yang kini menyepi di sudut jiwa yang temaram
langkahkan kakimu untuk meraih asanya
yang sebentar lagi redup dan mati
relakah senja?
Sanggupkah jingga?
Jika sunyi mati dalam kepedihan air mata
yang menggenangi jiwa selamanya??
Wahai pemilik sunyi
hampiri ia sebelum mati
dan tubuhnya kaku tak bernyawa
sunyimu kini diambang pekat
yang tlah terbungkus kabut hitam
jangan biarkan
hentikan sunyi dan airmatanya yang berdarah
lingkaran cincin kesejatian akan rasanya
masih membuat sunyi merasa memiliki senja yang menjingga
Jakarta 5,Agustus 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar