Oleh Emi Suy Lbh · 22 Mei 2012
BIMBANG
tentang rasahati
belum jua fasih memaknai
dari pawana yang kian merayu
membelai lembut
melenakan langit yang kian temaram
mengharap damba
entah seberapa lama lagi sanggup memaknai
dari labuhan jingga
yang berulang
saat hati terpaut
pada malam di kesunyian
belum jua jiwa berucap
tuk menentukan arah
sedangkan biduk
masih terombang ambing
menentukan dermaga pilihan
MEMINTAL SUNYI
Ketika kupintal sunyi
dengan sulaman sajak
aku merajut benang kasih yang kau urai
sebab cintaku dikejar waktu
yang berpacu menjadi ngilu di dadaku
riuh gaduh menjadi sehelai kain penghangat
untuk kau lilitkan di pundakmu
SUNYI
Daun yang melambai bernyanyi
teriringi gemuruh bayu yang mendayu
iring-iringan awan menari
tetap saja sunyi
tak seperti di ujung jalan itu
sibuk berlarian mengejar mimpi
tanpa henti kaki yang berjejalan
saling berhimpitan
aku masih di sini dengan segenap rasa
SEPI
Kataku :
disini sunyi
tak seperti di pusat kota gemelap
hiruk pikuk membising langit
Namun disini sunyi ku tanam
lihatlah, aku melagu sepi
sendiri melukis malam
SAJAK SUNYI
Pada akhirnya,
akulah yang setia di sampingmu
sebagai sunyi,
atau selembar puisi yang mengekalkan sepi
sendiri yang membersamai setiap keluh
MEMECAH SUNYI
merapatkan sepasang daun jendela;
tempat hujan memecah sunyi menjadi kata-kata
Suatu hari, aku akan pulang ke dalamnya,
menuai rindu yang telah pekat
RINDU
rinduku tak lepas dari aksara bermakna,
seperti menemukan pertalian rasa yang ku endapkan,
menua dalam sajak yang kita reka,
mencumbu sunyi merangkum seluruh diamku di sudut waktu
MAKNA RASA
Dengan sajakku yang lusuh,
aku menyentuh hatimu,
dari lampu kota yang mulai tua,
sejak aku tak lagi mengenal rupa dari balik kaca jendela,
berjuta makna kugali setiap jengkal,
berharap terjaga dipusara waktu
SENJA
Menanti pelukan jingga ;
puisi ini sungguh ingin kuteteskan,
senja yang ranum
bergelimang dalam redup di pangkuan senja
ENGKAU
Engkaulah sajak yang hilang dalam terang,
terbius bias cahya purnama,
Akulah kata sepenggal dalam bayang,
melabuh di sisi hati
ENTAH
Ada butiran air mata
jangan pernah kau tanya mengapa
Entah rindu entah kehilangan
atau memang berjalan berdampingan
KALENG SUSU
Sajak kaleng susu
Termakan usia
lunglai merenta
kertas melapuk
huruf huruf jatuh lelah
sejak itu hati kehilangan suara
bisu
Namun akan ku perjuangkan
untukmu
TITIP RINDU
kutitip rindu pada sehelai daun gugur,
yang terhempas bayu,
rasaku tak usai di situ
DAUN BASAH
Di telapak daun basah,
di kedalaman sebutir embun
aku pun terhenyak,
ustru di dalam keheningan,
kebeningan tercipta,
dan diantaranya sunyiku membuncah,
DAUN GUGUR
daun yang gugurpun tak pernah sendirian,
begitu juga kesedihan,
seharusnya memiliki teman,
berbagi beban
SENYUMU
di lengkung senyummu
selembar puisi menjelma kata-kata
di liang mataku
sebongkah cahaya
jatuh membacanya
TERINGAT
Diam-diam,
senja mencuri seluruh perhatian;
Sepertimu,
sesuatu yang tak pernah sepi dalam ingatan
JERAM CINTA
selalu sama,
cinta selayaknya jeram,
mengalir tenang diantara bebatuan yang curam,
tebing serta dahan
saksi sajak dalam kebisuan alam
HENING PEKAT
bulan sabit pucat
Begitu pekat
Sang malam kesepian
gaduh sendirian
KENANG HUJAN
Aku menyukai hujan
dan bau tanah karenanya,
lantas kenangan menari riang
memercikkan lumpur kelam penyebab muram
DATANG LALU HILANG
Selalu kuperhatikan;
berulang kali senja datang
membawa kehilangan,
kembali pada ingatan
BUTUH DIRIMU
Bahkan untuk kesedihan yang kecil pun,
aku membutuhkan tanganmu,
untuk mengusapnya
TATAPMU
tatapanmu pernah menggugurkan dedaunan sepi
menenangkan gelisahku sepagi ini,
menghangat merupa cinta,
dalam selembar sajak
SAJAK SUNYI
sajak-sajak sunyi mengalir dalam kesendirian
lahir dari kesenyapan yang menguliti hati
menceritakan kisah yang bergulir
ANGAN
Sebersit angan melintas di pucuk-pucuk jiwa
yang berdahan kehangatan
di sela rimbun dedaun hatimu yang teduh
di sebentang garis setipis gerimis
sekelebat bayang
membuatku tak berkutik mengeja senyummu
kala menatap mata coklatku
senja itu di bibir pantai yang ramah
PADAMU
pada puisi,
sebuah jembatan terentang panjang.
di seberangnya akan kujumpai dirimu
sedang dipeluk kesendirian
mengeja langit penggati wajahku
PADA SAJAK-SAJAKKU
Pada sajak-sajakku,
Mengalir sunyi yang terpecah kala senja itu,
saat jingga yang ranum ku petik di binar mata teduhmu,
kadang terasa ringan,
bagai terbang di antara gugusan awan putih,
terasa ada sensibilitas:
yang abstrak,
seperti tersentuh dan terasakan
bahkan menyaru diudara yang terhirup
DIAM
Di ujung jalan yang bercabang,
bibir memilih diam di persimpangan
Sesaat mengamati,
kemudian hilang di antara remang
Gelimang sepi membuncah di tepian hati
DUKA BURUNG KECIL
Duka itu;
Seekor anak burung yang baru saja belajar terbang,
terjatuh dan terluka,
kini hidup dengan separuh sayapnya,
terdiam memandang burung-burung lain
yang terbang di sekitarnya
SUNYI YANG KAU CEMASKAN
Semua yang kau cemaskan,
adalah tentang sunyi,
mungkin sedang dipuisikan oleh kesedihan.
Dan aku adalah kertas;
yang karib dengan hening
Tanyamu:
Dengan nada sumbang masih ragu
atas rasa dan jiwa ragaku
yang kasunyatan tak hanya ada di depan tatapanmu
bahkan kita berada di biduk yang sama
mendayung bersama
Tanyaku:
adakah keraguan memagut hatimu,
sementara seluruh rasa tercurah padamu,
ketika hampir disetiap sunyi yang kau pecahkan?
Adakah yang lebih tajam dari runcing jejarum jam?
Waktu tersentak.
Tak ada yang lebih sesak dari tanya yang sia-sia.
JIKA
jika aku langit yang mendung,
engkaulah matahari yang menunggu,
bersama gerimis yang melukis pelangi setelahnya
MAKNA KERTAS USANG
ku goreskan segala rasa di sehelai kertas usang
mencari arti yang tersirat di antara beribu makna
yang tak pernah ku pahami sebelumnya
RELA
Kurela jadi cahaya malam,
yang dihadiahkan bulan pada gelap.
Cahaya,
yang menjaga hatimu dengan hangat,
kala lelap
DOA
Tuhan,
lepaskanlah aku dari semua yg menghilangkan senyumku
Biarkan tawa-tawanya berserakan diantara pemilik sunyi
SAYANG
Aku selalu akan tersenyum untukmu
Meski :
Kau tidak suka atas senyumku
Yang katamu :
Senyumku menyembunyikan beban
Aku hanya berusaha tegar Membunuh rapuh
Menyudahi keluh
Bukan untuk bersandiwara sayang
JEJAK RASA
dan engkau serupa rasa
yang tak pernah terlihat oleh mata
terasa oleh hati
mengendap di dasar jiwa
terpatri selamanya
yang meninggalkan jejak
SAJAK PERPISAHAN
teringat
bagaimana aku pergi
mengayunkah langkah kaki kecilku
di atas bebutir pasir
ketika jingga
beranjak meninggalkan senja
harus berlalu
mengejar arus waktu
dan kau lenyap dari pandangan mataku
SAJAK DIAM
senja terdiamtak ada kata terlintas
mengurai rasa di pusaran bayu bergemuruh
gemercik air sungaimerindui waktu yang berderai
saat perlahan ilalang memaggilkusayup terdengar riuh rasamu
menyambutku diantara tarian hujanmemelukku dari belakang
SAJAK SEPI
mengalir dari pucuk cemarabermuara ke tepian hening
saat sunyi menyapaserasa raut wajah itu mengapung
dalam genangan berbayangaku mengulas seutas senyum
diantara bias mentari senjatak kan hanyut di aliran itu
TEGAR
Berdarah tapak itu
melangkah di atas bebatu cadas
sepi penuh duri
tegar menatap
sisi curam ngarai
namun ia tak goyah
MENUNGGU
senja menunggu
malam untuk dikuburkan
kunang-kunang padam
resahku melangit
hujan menari berkejaran